Daftar Blog Saya

Jumat, 09 Juli 2010

Kualifikasi Istri Kristiani

Kualifikasi seorang istri Kristiani

Seorang istri Kristiani yang menjadikan Tuhan Yesus sebagai pemilik atas hidupnya, pusat sembahan dan kekuatannya, harus memiliki kualifikasi-kualifikasi yang akan penulis sebutkan dibawah ini, yakni:

1. Istri yang sudah dilahirkan kembali.

Kelahiran kembali atau lahir baru adalah sebagai suatu tindakan oleh Roh Kudus, yang membawa perubahan dalam seluruh pandangan pribadi seseorang. Suatu perubahan yang dikerjakan oleh Roh Kudus yang membuat seseorang menjadi baru. Ia sekarang dapat dilukiskan sebagai manusia yang mencari, menemukan dan mengikuti Allah dalam Kristus. Hal itu terjadi karena ia mau mengundang dan menerima Yesus Kristus untuk menjadi Tuhan dan Juruselamat dalam hidupnya secara pribadi.

Seorang istri yang telah dilahirkan kembali dapat dilukiskan sebagai manusia dan mencari, menemukan dan mengikuti Allah dalam Kristus Yesus. Hal itu terjadi karena telah mengundang dan menerima-Nya untuk menjadi Tuhan dan Juruselamat dalam hidupnya secara pribadi. Ia percaya bahwa hanya dengan iman kepada-Nya saja jaminan keselamatan itu diperoleh. Ia satu-satunya jalan, yang mampu membenarkan manusia yang berdosa, yang mampu memberikan hidup yang kekal. “Kelahiran kembali diterjemahkan dari kata Yunani, Palingenesia yang secara harafiah berarti penciptaan kembali; pembaharuan pribadi dari kata Gennao yang berarti memperanakkan kembali atau melahirkan; dari kata Anakainosis, yang berarti membuat baru atau memperbaharui.[1]

Iman adalah tindakan untuk membuang segala kepercayaan pada sumber-sumber kekuatan sendiri, dan pasrah menyerahkan hidup tanpa syarat kepada rahmat Allah. Memegang seluruh janjinya di dalam Kristus Yesus dengan memautkan seluruh kepercayaan kepada-Nya yang genap seutuhnya demi keselamatan, dan kepada kekuasaan Roh Kudus. Iman mencakup kepercayaan yang utuh dan ketaatan yang mutlak kepada-Nya. Iman ialah sikap yang di dalamnya seseorang melepaskan andalan pada segala usahanya sendiri untuk mendapatkan keselamatan, kemudian sepenuhnya mengandalkan Yesus Kristus. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang Tunggal, supaya setiap orang percaya kepadaNya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh.3:16).

Prakarsa dalam hal kelahiran kembali berasal dari Allah dan Roh Kudus. Hal ini menyatakan bahwa dalam masalah Rohaniah manusia bukannya sama sekali pasif. Ia pasif dalam kelahiran kembali, dan Allah lah bertindak ke atas dirinya. Ia bertobat secara aktif, percaya kepada Kristus dan selanjutnya berjalan dalam hidup yang baru. Dalam hal kelahiran kembali, dapat dikatakan bahwa tidak ada perubahan dalam kepribadian seseorang. Sebelum kelahiran kembali, dosa mengendalikan dan membuatnya memberontak terhadap Allah, sekarang Roh Kudus mengendalikannya dan mengarahkannya kepada Allah. Orang yang lahir kembali berjalan menurut Roh, hidup dalam Roh, dipimpin oleh Roh.

2. Istri yang hidup dalam kekudusan

Kekudusan atau pengudusan memiliki pengertian bahwa Allah adalah kasih adanya, melakukan suatu tindakan untuk memisahkan, mengkhususkan, menyucikan seseorang pada saat Ia menyatakan imannya pada Yesus Kristus. Kekudusan atau pengudusan menekankan tentang arti posisi atau status seseorang dihadapannya. “Untuk menganggap seseorang, tempat atau sesuatu kudus, itu sama juga dengan menganggap obyek atau orang itu terpisah dari yang sekuler, yang lazim, dan yang kotor. Namun kekudusan tidak hanya berarti dipisahkan dari sesuatu, tetapi juga berarti dikhususkan untuk sesuatu.”[2]

Disamping menekankan tentang posisi atau status seseorang dihadapan Allah, kekudusan atau pengudusan adalah juga berkaitan dengan keadaan, atau proses yang mengarah kepada perubahan batin yang terjadi secara berangsur-angsur, yang menghasilkan kemurnian, keberadaan moral, dan pemikiran-pemikiran suci yang dinyatakan dalam perubahan-perubahan yang baik dan menurut kehendak-Nya.

Kekudusan adalah perubahan moral dan spiritual orang percaya yang sudah mengalami pembenaran, sudah dilahirkan kembali, sudah dikarunia hidup kekal oleh Tuhan Yesus. Mereka terus bertumbuh dan mengalami perubahan untuk menjadi serupa dengan citra-Nya. Dan Roh Kuduslah sebagai penggerak dalam pengudusan manusia. Sebagaimana pembenaran berarti pembebasan dari hukum dosa, demikian pula pengudusan berarti pembebasan dari pencemaran, dan kuasa dosa. Kekudusan yang sejati menuntut bahwa orang percaya tetap memelihara hubungan yang intim dengan Kristus, mempunyai persekutuan dengan sesama, membiasakan diri untuk berdoa, mentaati firman-Nya, peka terhadap kehadiran dan pemeliharaan-Nya, dan dipenuhi oleh Roh Kudus.

Kekudusan tidak digambarkan sebagai suatu proses meninggalkan dosa sedikit demi sedikit, namun digambarkan sebagai suatu tindakan seseorang secara tegas dimana ia oleh kasih karunia dibebaskan dan dilepaskan dari ikatan dosa. Ia langsung memusatkan dan melepaskan hubungan dengan dosa supaya dapat hidup untuk Allah.

Pada saat yang bersamaan, pengudusan digambarkan sebagai proses seumur hidup, di dalamnya umat Tuhan secara terus menerus mematikan perbuatan daging, dan secara berangsur-angsur diubah menjadi serupa dengan Kristus, bertumbuh di dalam kasih karunia, dan mengamalkan kasih terhadap Allah dan terhadap sesama[3]

Konsep mengenai kekudusan adalah sama dengan memisahkan diri dari yang jahat. Menurut Alkitab memisahkan diri artinya memisahkan diri secara moral dengan rohani dari dosa dan dari segala sesuatu yang bertentangan dengan firman Allah. Seorang istri dapat dikatakan kudus ketika ia mendekatkan diri kepada Allah dalam suatu persekutuan yang akrab dan intim melalui penyerahan diri, penyembahan dan pelayanan. Pemisahan merupakan suatu tindakan-Nya secara terus menerus bagi orang percaya. Tidak boleh tidak bahwa seorang istri harus menjadi kudus, berbeda dan terpisah dari orang kebanyakan supaya menjadi milik-Nya sendiri. Ia memerintahkan untuk memisahkan diri dari sistem dunia yang bejat dan dari tindakan kompromi dengan dosa. Juga memisahkan diri dari orang-orang yang berbuat dosa, dan yang menolak untuk bertobat. Memisahkan diri dari orang-orang yang membawa ajaran palsu dan yang menyangkal kebenaran firman Allah.

Setiap kita dalam pemisahan ini harus nampak dalam hal: (1). Membenci dosa, ketidak benaran, dan system dunia yang bejat, (2). Melawan doktrin palsu, (3). Kasih yang tulus terhadap mereka yang darinya kita harus pisahkan diri, (4). Takut akan Allah sementara kita menyempurnakan kekudusan[4]

Jika seorang istri mampu memisahkan diri dari dunia dan sistemnya yang jahat sebagaimana mestinya, maka Allah akan menyertai, memimpin, melindunginya. Bahkan Ia akan bertindak sebagai Bapa yang baik yang senantiasa akan memelihara kehidupannya. Ia akan menjadi penasehat dan pembimbingnya, yang mengasihi dan menghargainya sebagai Anak-Nya sendiri. Karena itu penolakan seorang istri untuk memisahkan diri dari yang jahat, akan mengakibatkan hilangnya persekutuan dengan Allah, penerimaan oleh-Nya, dan hak-hak sebagai Anak-Nya.

3. Istri yang memiliki moral yang baik

Ribka merupakan teladan bagi para calon istri. Disamping sebagai seorang gadis yang cantik, ia sanggup menjaga kesuciannaya, keperawanannya sebelum menikah. Seorang calon istri Kristen yang baik, harus hidup dalam kesucian supaya menjadi berkat bagi keluarganya. Jika ia tidak sanggup menjaga keperawanannya, maka hal tersebut menjadi aib baginya seumur hidupnya.

Ribka adalah seorang gadis yang masih perawan, yang sanggup menjaga kesuciannya. Dan seorang gadis yang masih perawan sebelum ia menikah adalah gambaran gadis yang baik dan takut akan Allah. Seorang yang takut akan Allah, akan hidup sesuai dengan pimpinan dan kehendak-Nya. Firman Tuhan menjadi kompas dalam hidaupnya. Karena pernikahan itu adalah kudus dan merupakan rancangan-Nya sendiri, maka kesuciannya haruslah dipelihara dan dijaga supaya tidak ternoda.

Sebelum calon istri mengikrarkan janji pernikahan dengan suaminya di hadapan Tuhan dan jemaat, dan diteguhkan dalam nikah yang kudus, ia wajib hidup sesuai dengan norma-norma Kristiani. Melakukan persetubuhan sebelum menikah adalah perbuatan yang tercela; suatu hal yang tidak dikehendaki Allah. “Hubungan seks sebelum pernikahan mempunyai pengaruh yang rusak terhadap sikap-sikap dan konsep-konsep tentang seks. Kaum muda biasanya menganggap seks sebagai sesuatu yang indah dan dinanti-nantikan bila sebelum nikah tidak melakukan percobaan seks”.[5]

Godaaan-godaan untuk melakukan praktek persetubuhan sebelum menikah hanya dapat diatasi dengan memperkuat nilai-nilai kehidupan kekristenan. Itu berarti bahwa para calon istri perlu bersabar sehingga tidak tergoda, berdoa dan memperdalam serta melaksanakan firman Tuhan dalam kehidupanya.

4. Istri yang memiliki kecantikan batiniah

Tidak dapat disangkal setiap orang tertarik kepada kecantikan fisik. Semua manusia tertarik kepada yang cantik karena hakekatnya mereka adalah makhluk yang artistic, suka akan keindahan termasuk kecantikan. Tidaklah heran jika ada orang yang sangat mendambakan bahkan memberhalakan kecantikan itu. Tetapi yang dimaksud oleh Alkitab diartikan dari segi ketertarikan dan kecocokan.

Seseorang adalah cantik karena dia berkesan menarik dan terasa cocok, sehingga ketika seseorang berada didekatnya menimbulkan rasa gembira, senang dan puas. Kecantikan bukanlah semata-mata ditentukan oleh sifat-sifat fisik sementara, tetapi watak, sikap dan tingkah laku serta nilai-nilainya yang terbentuk melalui pengetahuan yang dipelajari dan pengalaman yang dialami bersama Tuhan. Banyak orang yang sangat menarik, namun kehilangan daya tariknya setelah diketahui sifat-sifat interennya, sebaliknya ada pula orang yang kurang menarik menjadi sangat menarik setelah diketahui akan sifat-sifatnya yang baik. Berbicara tentang kecantikan, adalah keseluruhan sifat-sifat yang baik dan luhur yang terkandung dalam pribadi seseorang yang menimbulkan daya tarik dan rasa cocok serta menimbulkan rasa gembira, senang dan puas pada orang-orang yang dekat dengannya.

Seluruh bangsa Israel bangga atas nenek-nenek perempuannya yang elok ini! Israel melihat dan memperhatikan kecantikan dan keelokan baik dari laki-laki maupun dari perempuan. Tetapi Israel tidak pertama-tama mencari keelokan rupa dan kecantikan wajah, melainkan lebih dahulu memperhatikan kebaikan budi dan hati bahkan mengutamakan seorang perempuan yang takut akan Allah. [6]

Kecantikan batiniah atau inner beauty itu lebih dari pada kecantikan secara fisik. Oleh karena itulah perempuan harusnya lebih memperhatikan ini.

B. Tokoh Istri yang Bijak dalam Alkitab

1. Gadis Sulam

Salomo memiliki istri sebanyak 1000 orang, namun ada 1 orang dari istrinya yang paling disenangi dan disayangi oleh Salomo. Dia bukanlah orang yang cantik secara fisik namun dia hitam dan tidak mempunyai tubuh yang indah. Walaupun demikian ada rahasia yang dimiliki oleh istri sulamnya ini, sehingga Salomo mencintai dia lebih dari pada yang lainnya.[7] Kita akan melihat hal-hal apa saja yang dimiliki oleh si gadis sulam ini, sehingga ia yang paling disayangi?

a. Suka memuji

Lihat, cantik engkau, manisku, sungguh cantik engkau, bagaikan merpati matamu. Lihatlah tampan engkau, kekasihku, sungguh menarik, sungguh sejuk petiduran kita. (Kid 1:15). “Dalam Kidung Agung, penuh dengan pujian antara Salomo dengan gadis Sulam, diantaranya dalam prikop ke dua (Kid 1:9-Kid 2:7, juga Kid 5:9 – Pasal 6, 7:5).”[8] Mengapa Salomo begitu mencintai gadis Sulam?, salah satunya ialah dia istri yang suka memuji suaminya. Kalau seluruh Kitab penuh dengan saling memuji, maka itulah pola komunikasi diantara mereka. Itulah pola komunikasi yang seharusnya diantara suami dan istri.

Pujian merupakan apresiasi, pujian memberikan penerimaan dan motivasi, pujian memberikan damai sejahtera, pujian besar kuasanya. Pujian memberikan penerimaan, memberikan rasa senang bagi yang menerimanya, rasa dihargai. Suami istri disatukan dalam pernikahan untuk saling memuji bukan untuk saling menyerang dan saling menyalahkan.

b. Menerima dirinya sendiri

Memang hitam aku, tapi cantik, hai putrid-putri Yerusalem, seperti kemah orang kedar, seperti tirai-tirai orang Salma (Kid 1:5). “Mengapa gadis Sulam kelihatan cantik? Jawabannya adalah dia orang yang mau menerima dirinya sendiri, dia orang yang mempunyai citra diri yang baik. Gadis Sulam berkata: “memang aku hitam, tetapi cantik, bukan aku cantik, tetapi hitam”[9], Ini dua hal yang berbeda. Dia tidak menutupi hitamnya, justru dia katakana kepada putri-putri Yerusalem, bahwa dia memang hitam, dia menerima, mengakui dan bersyukur kalau dia hitam.

Orang akan kelihatan lebih cantik dan cakap, ceria apabila orang tersebut bisa bersyukur, bisa menerima dirinya sendiri. Sikap ini juga sebenarnya yang menjadi kunci untuk bisa memuji orang lain. Orang yang tidak bisa memuji orang lain sebenarnya orang yang tidak menerima dirinya sendiri. Gambar diri atau citra diri adalah bagaimana seseorang menilai dirinya sendiri. Citra diri akan mempengaruhi bagaimana seseorang akan membawakan dirinya dan bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain. Gambar diri yang baik, merupakan fondasi yang kuat dalam komunikasi dengan orang lain, termasuk dalam kebahagiaan pernikahan dalam hidup ini.

c. Cepat menyelesaikan masalah

Tangkaplah bagi kami rubah-rubah itu, rubah-rubah kecil yang merusak kebun-kebun Anggur, kebun-kebun Anggur kami yang sedang berbunga (Kid 2:15). Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama jenis rubah, cerpelai, tupai dan sejenisnya adalah kerusakan kecil. Namun sering kerusakan kecil itu justru menjengkelkan.

“Gadis Sulam tidak mau ada rubah-rubah, bahkan ynag kecil sekalipun di Kebun Anggurnya. Ini menggambarkan “attitude” / sikap si Gadis Sulam untuk menyelesaikan hal-hal kecil yang berpeluang menimbulkan kejengkelan”.[10] Adapun maksud dari rubah-rubah itu adalah dosa-dosa kita. Di dalam Alkitab, jelas dikatakan bagaimana hubungan antara Kristus dan jemaat. Singkirkanlah dosa-dosa kecil, kebiasaan buruk yang sering kita lakukan seperti halnya berbohong dan merokok dan lain-lain.

d. Menguasai Lidah

Bibirmu meneteskan madu murni, pengantinku, madu dan susu ada di bawah lidahmu, dan bau pakaianmu seperti gunung Libanon. (Kid 4:11)

Mengapa Salomo mencintai gadis sulam lebih dari para permain suri lainnya? Karena Gadis Sulam adalah wanita yang menguasai lidahnya. Selain penuh pujian atau puji memuji dari mulutnya keluar juga kata-kata yang seperti madu dan susu dan seperti anggur. Madu dan susu artinya ada vitaminnya, kata-kata berisi, bukan kata-kata sia-sia, bukan kata-kata kosong. Sebenarnya boleh saja marah kalau untuk mendidik, tetapi harus dengan kata-kata positif atau kata-kata pengajaran. Misalnya: anak malas atau suami malas, jangan katakana; “Anak malas!” “suami pemalas, dasar pemalas!”. Katakan; “anak mama tidak boleh malas” “anak baik tidak boleh malas”.

Di dalam Amsal 31:26, dikatakan: “Ia membuka mulutnya dengan hikmat, pengajaran yang lemah lembut ada di lidahnya”. Kata-kata gadis Sulam hangat seperti anggur. Kata-kata hangat adalah kata-kata dorongan, kata-kata yang membangun, bukan menghakimi atau menjatuhkan. Gadis Sulam tidak seperti wanita lain pada umumnya, yang cerewet, bawel, dan banyak omong, walaupun sebenarnya menurut psikolog wanita 1 hari harus berbicara minimal 500-5000 kata. Tetapi gadis sulam itu menghabiskannya dengan berdoa dan menyembah Tuhan..

e. Hidup apa adanya

Cantik engkau, manisku, seperti kota Tirza, Juita seperti Yerusalem, dahsyat seperti bala tentara dengan panji-panjinya (Kid.6:4)

Mengapa Salomo mencintai gadis Sulam lebih dari yang lainnya? Gadis sulam adalah orang yang hidup apa adanya, alami, tidak ada dalam kepura-puraan. Kecantikannya diumpamakan kota Tirza, kota yang terkenal indah karena pemandangan alamnya. Sering orang mengeluh, karena pasangannya hidup dalam kepura-puraan, tidak terbuka, menyembunyikan sesuatu, seolah-olah hutan belantara yang penuh rahasia yang hatinya seperti lautan yang tak terduga.

“Kepura-puraan dan kebohongan hanya akan membuat orang akan hidup dalam kesendirian dan kesepian, pasangannya akan penuh kecurigaan, hilang damai sejahtera”.[11] Jika seseorang berbohong atau meyimpan rahasia terhadap pasangannya, maka pasangannya akn bertanya-tanya dalam hatinya, ada apa lagi yang masih dirahasiakan? Dan ini merusak hubungan, karena merasa tidak aman, merasa tidak dipercaya dan tidak dikasihi. Salah kunci membangun hubungan dengan orang lain adalah kepercayaan, dan kejujuran adalah tiang utama untuk membangun kepercayaan.

f. Komunikasi yang baik

Palingkanlah matamu padaku, sebab aku menjadi bingung karenanya (Kid 6:5). Mengapa Salomo begitu mencintai gadis Sulam lebih dari yang lainnya? Gadis sulam berkomunikasi dengan Salomo dengan cara yang indah sekali, mereka berbicara dengan saling melihat. Beberapa suami-istri, berbicara sambil baca Koran, yang lainnya malah muak kalau lihat muka pasangannya, atau bahkan tidak pernah ada waktu untuk mendengar pasangannya berbicara! Ada juga yang berbicara, tetapi hanya seperlunya. Ada juga yang lewat pembantu, lewat anak bahkan berdiam diri saja.

C. Perintah-perintah Allah Kepada Istri

Di dalam Alkitab baik Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Allah memberikan ketetapan atau perintah kepada istri sebagai pendamping dan penolong yang sepadan bagi suaminya. Ketetapan atau perintah ini tidak boleh tidak harus dilakukan tanpa syarat. Ini merupakan kehendak Allah bagi para istri supaya rumah tangga mereka menjadi rumah tangga yang diberkati dan berbahagia sesuai dengan maksud dan rencana-Nya.

Ketetapan atau perintah yang diberikan oleh Allah bagi istri dapatlah diuraikan sebagai berikut:

1. Istri harus menghormati suami

Allah telah memberikan perintah-perintah untuk memberitahukan bagaimana istri seharusnya berkelakuan terhadap suaminya. Istri harus menghormati suaminya karena suami adalah kepala atas istri, dan karena hal-hal yang baik dalam diri suaminya. Ia akan mendapati banyak hal yang baik karena menghormati suaminya. Paulus menulis, “Bagaimana juga, bagi kamu masing-masing berlaku; kasihilah istrimu seperti dirimu sendiri hendaklah menghormati suaminya” (Ef 5:33).

Seorang istri yang melihat kesalahan-kesalahan suaminya hendaknya memaafkan dan mendoakan suaminya. Ia seharusnya ingat akan kesalahan-kesalahan dirinya sendiri dan ingat pula bahwa setiap orang tidak luput dari kesalahan. Ia hendaknya mengingat kebaikan-kebaikan suaminya. Ia harus menghormati suaminya dengan tulus hati.

Di dalam rencana Allah, istri sangat penting bagi suaminya. Dialah penolong yang diciptakan Allah bagi suaminya. Karena itu penting sekali bagi seorang istri untuk menghormati suaminya. Penghormatan memberikan kuasa kepada suaminya untuk memimpin keluarganya dan melakukan pekerjaannya, serta memberikan pengharapan dan keberanian kepada sang suami. Sarah menjadi teladan bagi para istri. Ia sungguh-sungguh menghormati suaminya, bahkan Abraham, suaminya disebut dan dipanggil tuan. Suatu sikap yang benar-benar menaruh respek dan hormat kepada suami yang adalah kepala atas rumah tangga. “Menamai dia tuannya mungkin ada hubungannya dengan Kejadian18:12, dimana kata suami juga dapat berarti tuan atau penguasa”.[12]

Seorang istri diperintahkan untuk menghormati suaminya sendiri. Apabila ia menghormati suaminya, lebih mudahlah baginya untuk mentaati suaminya. Penghormatan terhadap suaminya memberikan puijian kepada suami, serta membawa sukacita dan keagugan pada pernikahanya. Penghormatan adalah suatu perasaan di dalam hati. Perasaan di dalam hati itu akan melahirkan perbuatan yang tampak dari luar. Penghormatan istri terhadap suami akan menguatkan kehidupan mereka bersama, akan membina kesatuan mereka, yang pada akhirnya menyebabkan hidup mereka berbahagia. Bila istri mengkritik suaminya, sebenarnya sikap yang seolah-olah mengatakan, “saya lebih dari kamu”.

Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu. Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? Bagaimana engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu” (Mat. 7:1-5)

Adalah lebih bijak agar seorang istri selalu memohon kepada Allah untuk menunjukkan kegagalan-kegagalannya dan mengizinkan Dia untuk mengerjakan hal terbaik sebagaimana dikehendaki-Nya terhadap suaminya. Seorang istri harus menjadikan sebagai suatu kebiasaan apabila ia tidak memiliki keinginan untuk mengubah diri suaminya, namun ia harus memohon agar Kristus menunjukkan kepadanya kesalahan-kesalahannya sendiri. Jika dengan rendah hati ia menganggap suaminya lebih utama dari dirinya sendiri, maka kritik ataupun sikap membenarkan diri sendiri akan hilang.

Seorang istri tidak boleh mencoba mengubah suaminya dengan menggunakan caranya sendiri. Meskipun istri merasa berhasil dalam hal tertentu dan membuat suaminya terpaksa menyerah, ia mungkin hanya ingin menjaga kedamaian dalam rumah tangga. Setelah suatu priode tertentu, sikap istri yang menguasai ini dapat mengembangkan sikap dingin dalam diri suaminya, dan pada akhirnya memadamkan cintanya. Istri mungkin akan memenangkan sedikit pertempuran, tetapi ia akan kalah dalam perang.

2. Istri harus mentaati suaminya

Pernikahan dalam rumah tangga menggambarkan Kristus dan jemaat. Alkitab banyak memberikan pelajaran kepada suami dan istri. Laki-laki itu seharusnya menjadi kepala yang sama seperti Kristus. Ia mencukupi segala kebutuhan istri dan keluarganya, memelihara mereka dengan kebutuhan jasmani dan rohani, dia juga yang menjadi imam dan pemimpin dalam rumah tangganya. Ia yang mengambil keputusan-keputusan yang bijaksana, dan menjadi teladan yang baik.

Seorang istri yang baik dan yang takut Tuhan, harus menghormati suaminya karena suami adalah kepalanya, dan karena hal-hal yang baik di dalam suaminya. Ia seharusnya mentaati suaminya dengan rela dan bukan karena terpaksa. Bagi Allah hal tunduk berarti dengan rendah hati dan penuh pengertian mematuhi suatu kuasa atau seseorang yang berwenang yang telah ditetapkan. Teladan yang diberikan-Nya ialah gereja yang tunduk kepada pemerintahan Kristus. Hal itu sama sekali tidak berarti merendahkan gereja, namun malahan merupakan kemuliaannya. Karena di dalam Efesus 5:22 dijelaskan, “hai istri, tunduklah kepada suamimu sama seperti kepada Tuhan”.

Allah memberikan hukuman yang mengharuskan istri taat kepada suaminya bukan karena Ia menaruh dendam terhadap wanita. Sebaliknya, Ia meneguhkan peraturan itu demi melindungi kaum wanita dari keselarasan rumah tangga. Ia bermaksud agar wanita dijauhkan dari pengalaman-pengalaman yang kasar dalam hidup ini. [13]

Allah telah memberikan kepada para istri kesempatan untuk memilih taat atau tunduk dengan sukarela sebagaimana Yesus juga memilih untuk tunduk kepada Bapa-Nya. Walaupun dalam rupa Allah, Ia tidak menggangap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati dikayu salib. Itulah sebabnya Allah meninggikan Dia. Jadi Ia tidak menghormati orang-orang yang menggenggam hak-haknya melainkan yang kemauan sendiri memilih untuk patuh kepada-Nya.

Peranan istri yang sifatnya tunduk kepada suami itu tidak mematikan kepribadiannya sendiri. Bahkan sebaliknya, hal itu menyediakan lingkugan yang terbaik baginya, supaya daya cipta dan kepribadiannya dapat berkembang dengan pesat. Itulah cara Allah untuk memanfaatkan karunia-karunia yang ada padanya: kecerdasan, pengertian-pendapat dan pertimbangan. Pada waktu yang bersamaan Allah tidak membebaninya dengan wewenang dan tanggung jawab untuk mengambil keputusan. Peranan istri yang bersifat tunduk kepada suami itu perlu, bukan hanya untuk kebaikan dirinya sendiri, tetapi sebab peranan itu ikut membantu mempertahankan keseimbangan baik dalam keluarga maupun masyarakat pada umumnya. Hal tunduk bukan semata-mata tindakan lahiriah saja, tetapi merupakan sikap hati. Seorang istri dapat mengeluarkan pendapatnnya dengan tegas dan bahkan secara terang-terangan, asalkan didalam hatinya dia tetap menghormati suami dan benar-benar merelakan dan mengijinkannya untuk mengambil keputusan yang terahir.

Seorang istri harus tunduk dan mentaati suaminya bukan karena ia dianggap kurang penting dari pada suaminya, bukan pula karena ia adalah budak suaminya. Allah memerintahkan supaya istri taat karena inilah rencana yang paling baik untuk suatu pernikahan. Apabila dua orang menikah, mereka menjadi satu ciptaan baru. Sebagai ciptaan memerlukan kepala sebagai pemimpin. Ia diberi perintah untuk mentaati suaminya, sebagimana semua orang Kristen seharusnya taat kepada Kristus.

Seorang istri harus mentaati dalam segala sesuatu. Hal ini bukan berarti bahwa ia harus mentaati suaminya dalam hal-hal berdosa. Bagi beberapa istri mungkinkah hal itu nampak sulit, dan mereka tidak mau mentaatinya. Akan tetapi perlu diingat bahwa Allah tidak pernah memberikan perintah-perintah yang membahayakan manusia, termasuk para istri. Semua perintah itu baik, yang akan menolong umat-Nya dan membangun iman mereka.

Seorang istri harus mengambil sikap mentaaati suaminya rela. Ia tidak perlu menunggu sampai dipaksa supaya taat. Sebaliknya ia harus mentaati suminya atas kerelaaannya sendiri. Jika ia tidak taat maka ia melanggar perintah Allah. Ia seharusnya mengambil sikap mentaati suaminya karena ia mengasihi Allah. Ia ingin mengikuti rencana-Nya untuk pernikahan. Ia taat bukan karena ia takut dipukul, tetapi ia taat atas kerelaannya sendiri.

Seorang Istri Kristen seharusnya taat kepada suaminya dengan rela. Ketaatannya menunjukkan bahwa ia menghormati pernikahan mereka. Ia menghormati kedudukannya sebagai seorang Istri. Ia menghormati karena rencana Allah untuk pernikahan. Apabila ia taat, suaminya dapat menjadi kepala seperti yang diperintahkan oleh-Nya.

Allah memberikan kepada setiap istri pekerjaan yang terhormat yaitu agar mentaati suaminya. Ia harus mentaati kepemimpinan suaminya. Beberapa orang berpendapat bahwa perintah itu hanya berlaku bagi para istri yang tidak berpendidikan. Tidaklah demikian. Perintah Allah ini juga ditujukan kepada istri-istri yang pandai dan terpelajar. Perintah ini berlaku untuk semua istri, untuk semua suku dan bangsa. “Seorang istri yang bijaksan akan selalu bersikap hormat pada suaminya. Bukan hormat di bibir saja melainkan dalam segala perbuatan menunjukkan penghormatan terhadap kepala keluarga yaitu suami”.[14]

Seorang istri yang pandai sekalipun seharusnya ia mentaati suaminya. Hal ini bukan berarti ia harus taat tanpa membicarakannya sama sekali. Ia boleh mengetahui beberapa alasan mengapa hal itu tidak baik dilakukan.

Suami dan istri hendaknya berbicara satu sama lain. Mereka seharusnya saling membagikan kebijaksaan yang diberikan Allah kepada mereka. Meskipun demikian keputusan terakhir terletak di tangan suami. Beberapa orang mungkin akan bertanya apakah seorang istri harus mentaati suaminya jika suaminya bukan seorang Kristen? Ia harus tetap taat kepada suaminya. Ia harus mentaati serta menghormati suaminya, dan memelihara kehidupan yang suci meskipun suaminya bukan seorang Kristen. Kelakuan-kelakuannya yang baik mungkin akan menolong suaminya. Petrus menulis, “Hai istri-istri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada diantara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimegahkan oleh kelakuan istrinya, jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup istri mereka” (I Ptr. 3:1-2).

Kelakuan baik seorang istri itu akan memenangkan suaminya yang bukan Kristen bagi Tuhan Yesus. Akan tetapi bagaiman jika seorang suami yang bukan Kristen itu menyuruh istrinya berbuat dosa? Mungkin saja hal itu terjadi. Namun seorang istri yang takut dan mengasihi Tuhan hendaknya bersikap rendah hati dan penuh hormat terhadap suaminya. Ia harus menerangkan apa sebabnya ia tidak dapat mentaati suaminya. Di dalam hal-hal lain ia harus tetap taat kepada suaminya. Ia harus berhati-hati dalam melakukan pekerjaannya sehingga suaminya tidak dapat mempersalahkan dia di dalam hal apapun. Penghormatan dan ketaatan istri dapat menolong suaminya menjadi seorang Kristen. Setiap istri baik yang baru menikah maupun yang lama menikah, harus mentaati perintah-perintah Allah ini. Ia harus taat baik terhadap suaminya yang keras dan kasar. “Apabila istri Kristen menyerahkan dirinya kepada Kristus dan membiarkan Dia menjadi Tuhan dalam kehidupanya, ia tidak akan mengalami kesulitan dalam hal tunduk kepada suaminya”.[15]

3. Istri harus mengasihi suami

Perempuan diciptakan menurut gambar Allah. Oleh karena itu ia adalah seorang pribadi yang berharga. Allah menciptakan laki-laki dan perempuan sebagai orang-orang yang berharga. Ia menciptakan pernikahan untuk kebaikan mereka berdua. Karena pernikahan Kristen diikat oleh kasih yang abadi, maka suami dan istri harus saling mengasihi. Ini merupakan perintah-Nya.

Kasih suami dan istri akan menciptakan kehidupan sehari-hari yang berbahagia. Kasih itu bukanlah kasih duniawi semata-mata, karena kasih duniawi hanya senang jika dilayani dengan sebaik-baiknya, lebih senang menerima daripada memberi. Tetapi kasih yang dikehendaki Allah bagi para suami dan para istri ialah kasih yang seperti kasih Tuhan Yesus. Dalam kitab Rut dijelaskan bagaimana kisah Rut terhadap suaminya Kilyon. Ia adalah seorang kafir, namun ketika suaminya meninggal, kasihnya tidak luntur. Karena kasihnya iru kepada suaminya ia rela mengikuti Naomi, mertuanya untuk bersama-sama pulang ketanah Yehuda. Salomo menulis, “Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang umurnya” (Ams. 31:12).

Seorang istri harus mengasihi suaminya dengan kasih yang selalu ingin memberi. Ia harus mengasihi suaminya lebih dahulu karena ia adalah kepala atas istri. Bahwa suami da istri terutama harus mengasihi Allah. Seorang istri Kristen harus mengasihi-Nya, dan mengasihi suminya. Yang pertama-tama harus dikasihi oleh seorang istri ialah suaminya, bahkan mereka setelah punya anakpun, istri harus mengasihi suaminya terlebih dahulu. Di beberapa rumah tangga, mungkin saja istri melupakan persekutuan dengan suaminya. Ia lebih banyak mencurahkan kasihnya kepada anak-anaknya. Sikap ini tidak baik. Suami dan istri harus bersama-sama mengasihi anak-anak mereka. Akan tetapi kehadiran anak-anak itu tidak boleh mengurangi kasih di antara suami dan istri.

Halangan utama yang membuat orang-orang beriman tidak saling menunjukkan kasih satu sama yang lain adalah kecendrungan untuk menunggu datangnya suatu perasaan yang mendorong mereka untuk melakukan suatu tindakan kasih. Padahal kasih bukanlah suatu perasaan. Karena Allah adalah kasih, kita dapat menyimpulkan bahwa kasih adalah mempraktekkan firman Allah. Jika kita bersedia melakukan hal ini, kita akan menumbuhkan buah Roh kasih dalam hidup kita. Tetapi sayang, sudah terlampau sering kita menunggu timbulnya perasaan seperti itu sehingga banyak waktu berlalu tanpa ada hasil yang kita capai dalam hidup kita dalam hal pengelolaan buah Roh kasih.[16]

Seorang istri harus mempunyai kasih yang sama seperti Tuhan Yesus Kristus. Kasih di antara suami dan istri memberikan kekuatan kepada anak-anak. Anak-anak merasa aman apabila mereka melihat kedua orangtua mereka sungguh-sungguh saling mengasihi. Mereka merasa senang karena orang tua mereka tidak suka bertengkar. Kasih diantara orang tua menciptakan suasana aman bagi anak-anak.

Yang pertama-tama harus dikasihi oleh sang istri ialah suaminya. Ia seharusnya mempunyai kasih yang sama seperti Kristus. Kasih inilah yang menyebabkan mereka sanggup mengasihi dan memelihara anak dengan benar. Di dalam pernikahan sering ditemukan berkat-berkat kasih duniawi, kasih yang hanya mau menerima. Akan tetapi kasih ini tidak akan cukup kuat untuk mempertahankan kehidupan keluarga sehari-hari. Kehidupan keluarga Kristen memerlukan kasih Tuhan Yesus yang rela membahagiakan dengan memberi kepada orang lain. Mereka harus memohon supaya Allah menaruh kasih-Nya di dalam hati mereka.

Yang menyebabkan kasih Tuhan Yesus membahagiakan ialah melayani orang lain. Kasih seperti ini mau memberi dan membahagiakan orang lain. Kasih seperti ini sanggup mengampuni kesalahan dan kekerasan pihak lain. Kasih seperti ini yang seharusnya dimiliki oleh seorang istri. Ia tidak boleh meninggalkan suaminya apabila ia merasa tersinggung oleh kekasaran suaminya. Ia hendaknya dapat memaafkan suaminya dan tetap mengasihi suaminya dengan tulus. Ia hanya dapat menerima kasih itu dari Allah. Tidak ada seorangpun yang mempunyai kasih seperti itu di dalam diri mereka sendiri. Mereka hanya menerima kasih seperti itu dari Allah.

4. Istri harus menciptakan suasana nyaman di dalam rumah tangganya

Seorang istri harus mampu hidup bijaksana. Ini berarti bahwa ia harus memakai pikiran yang baik yang dikaruniakan Allah kepadanya. Menciptakan suasana kehidupan keluarga yang baik di dalam rumah tangga adalah suatu pekerjaan yang sulit. Ia memerlukan semua kekuatan dan kebijaksaan supaya ia berhasil.

Demikian juga perempuan-perempuan yang tua, hendaknya mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suaminya, agar Firman Allah jangan dihujat orang (Tit 2:3-5).

Allah menghendaki supaya orang Kristen memiliki kehidupan keluarga yang baik, agar firman Allah jangan dihujat orang. Ini berarti supaya orang tidak akan mengatakan yang tidak baik dengan firman-Nya. Jika orang Kristen memiliki kehidupan keluarga yang tidak baik, orang lain akan menanggapi bahwa menjadi orang Kristen itu kurang baik. Keluarga Kristen seharusnya memiliki kehidupan keluarga yang baik. Di dalam keluarga Kristen hendaknya terdapat kasih, persekutuan, pengajaran, penghiburan dan perdamaian. Apabila orang lain melihat kehidupan keluarga Kristen yang baik, mereka akan memuliakan Allah.

Seorang istri dapat mengerjakan banyak hal untuk menciptakan suatu kehidupan keluarga yang baik. Pekerjaan ini merupakan pekerjaan terhormat. Pekerjaan ini memerlukan kebijaksanaan dan kekuatan. Ada banyak orang yang salah mengartikan tentang pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh seorang istri di rumah. Sejak dahulu banyak yang percayakan bahwa rumah adalah suatu tempat yang terhormat, namun ada juga yang beranggapan bahwa rumah itu tidak penting. Mereka berpendapat bahwa seorang istri harus bekerja di rumah karena ia kurang cerdas. Ini pendapat yang keliru. Di dalam rencana Allah, rumah tangga dan keluarga itu sangat penting. Pekerjaan untuk menciptakan suatu kehidupan keluarga yang baik adalah suatu pekerjaan yang terhormat. Salomo mampu menjadi raja yang berhasil dalam memimpin bangsa Israel di zamannya, oleh karena peran Betseba, ibunya. Ibu yang berperan unutk mendidik anaknya dalam suasana rumah tangga yang baik. “Suatu kecendrungan orang tua yang merasa dituntut untuk menjadi pemimpin rohani dan untuk menjadi contoh dalam segala sesuatu ialah mendorong anak-anaknya untuk berbuat demikian”.[17]

Allah menginginkan bahwa istri mampu melakukan pekerjaan yang baik dan terhormat di dalam rumah tangganya karena rumah tangga sangat penting di hadapan-Nya. Di dalam rumahlah anak-anak mempelajari firman Allah dari orang tua mereka. Di dalam kehidupan keluarga yang baik anak-anak akan merasa aman dan dikasihi. Karena itu istri harus mampu menciptakan kehidupan keluarga yang baik, dan mampu memelihara suasana nyaman di rumah. Dalam suasana seperti itu, suami dan istri dapat bebas mengungkapkan perasaan, pikiran dan keyakinan secara jujur dan terbuka”.[18]

Seorang istri harus mampu memakai waktu dan kebijaksanaannya untuk menjadikan ruamah tangganya sebagai suatu tempat yang menyenangkan. Ia harus berusaha supaya ada di ruamah untuk menyambut anak-anaknya apabila mereka pulang dari sekolah. Ia harus mau mendengarkan mereka, menolong mereka dan menghibur mereka. Ia akan mengawasi mereka bermain supaya mereka belajar tentang hal-hal yang tidak baik.

Anak-anak akan merasa kesepian, merasa dilupakan atau tidak dikasihi apabila pulang dari sekolah, ibunya tidak ada di rumah atau tidak mempunyai waktu untuk berbicara dengan mereka. Mereka akan pergi ke suatu tempat di mana mereka dapat menemukan orang yang dapat diajak bicara. Karena itu di dalam sebuah rumah tangga Kristen, istri harus berusaha keras untuk memelihara anggota-anggota keluarga. Ia harus menyusun rencana yang matang supaya suami, anak-anaknya merasa nyaman.



[1] Esiklopedi Alkitab Masa Kini 1 (Jakarta Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1999), hlm. 627.

[2] Randy Clark, kuasa Kekudusan & Penginjilan (Yogyakarta: Yayasan Andi, 2004), hlm.19.

[3] Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan (Malang: Gandum Mas, 1996), hlm. 2099

[4] Ibid, hlm. 1928.

[5] HerbertJ. Miles, Sek Sebelum Pernikahan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983), hlm . 39.

[6] Walter Lempp, Kitab Kejadian 12:4-25:18 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), hlm. 304.

[7] Winarko Jarot, Kidung Agung, (t,tp, Suara Pemulihan), hlm. 5

[8] Ibid.,hlm.14

[9] Ibid.,hlm.17

[10] Ibid.,hlm. 21

[11] Ibid.,hlm. 19

[12] Tafsiran Alkitab Masa Kini 3 (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1996), hlm. 824.

[13] Larry Christenson, Keluarga Kristen (Semarang: Yayasan Persekutuan Betani, 1992), hlm.30.

[14] Sarumpaet, Op.,cit, hlm. 60.

[15] Warren W. Wiersbe, Kaya Di Dalam Kristus ( Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2001), hlm. 134.

[16] Ibid., hlm.38.

[17] Ny. Eddy Wiriadinata dkk, Istri Gembala Sidang (Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 2001 hlm.54.

[18] H. Norman Wright, Komunikasi Kunci Pernikahan Bahagia (Yogyakarta:Gloria Graffa, 2003), hlm. 172.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar