Daftar Blog Saya

Jumat, 09 Juli 2010

Keluarga Kristen


Keluarga merupakan institusi tertua di muka bumi. Sebelum segala bentuk organisasi ada, keluarga menjadi awal dari segala sesuatu. Allah sendiri yang membentuk keluarga. Ketika melihat Adam sendiri, maka Allah mengatakan bahwa tidak baik apabila ia sendirian saja (Kejadian 2:18). Maka Allah pun menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam dan membawa Hawa kepada Adam (Kejadian 2:21-23). Donald C. Stamps, menyatakan:

Laki-laki dan wanita keduanya diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Berdasarkan gambar ini mereka menggapai dan bersekutu dengan Allah dan secara unik mencerminkan kasih, kemuliaan dan kekudusan. Mereka harus melakukannya dengan mengenal dan menaatiNya.[1]


Pertemuan keduanya menjadi suatu peristiwa yang penting dalam sejarah kehidupan di bumi ini. Oleh sebab itu, setelah itu mereka pun diberkati Tuhan untuk menjadi satu keluarga (Kejadian 1:28). Pdt. Stephen Tong menyatakan, “hanya manusia satu-satunya yang beroknum seperti Allah yang juga mempunyai oknum”.[2]

Ada dua macam pengertian tentang keluarga sebagai suatu per­sekutuan. Yang pertama, lingkup yang kecil, keluarga sebagai per­sekutuan yang dibentuk oleh suami-istri (ditambah dengan anak atau anak-anak (keluarga batih, nuclear family). Yang kedua, keluarga sebagai suatu persekutuan yang terdiri dari sejumlah keluarga yang terikat dalam pertalian darah, dalam garis vertikal (kakek, nenek, paman, bibi, cucu dan sebagainya) maupun dalam garis horisontal (kakak, adik, ipar, keponakan, dan sebagainya). Yang terakhir ini disebut keluarga besar (extended family).
Keluarga baru berdiri dengan prinsip abadi di segala zaman, yaitu bahwa seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya untuk bersatu membentuk keluarga baru dengan istrinya (Kejadian 2:24), dan hidup dalam keintiman dan keakraban (Kejadian 2:25). Senada dengan pernyataan ini Tony Magpal mengatakan sebagai berikut:

Manusia, Adam dan Hawa yang mewakili keuniversalan kelamin laki-laki dan perempuan, merupakan proyeksi dari pribadi Allah. Atribusi Allah seperti kepribadian, perasaan, kehendak yang terurai dalam aspek-aspek kasih, hukum, disiplin, tanggungjawab, kebebasan, pengampunan, persekutuan dan kebijaksanaan.[3]

Keluarga Kristen dibentuk dari sebuah pernikahan kudus. Pernikahan adalah sesuatu yang kudus dan dijunjung tinggi oleh Allah sendiri. Allah sendiri pada mulanya yang menciptakan, merancang dan membentuk rumah tangga, Allah adalah “Desainer pernikahan”. Pernikahan umat Kristiani adalah bagian yang amat penting, yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan dan menjadi barometer pertumbuhan iman Kristiani. Pernikahan adalah sarana untuk mewujudkan rencana Allah didalam dunia, Allah berfiman : “ Beranak cuculah dan bertambah banyak ; penuhilah bumi…” (Kejadian 1:28).

2.1. Pengertian Keluarga dalam Perjanjian Lama.

Tidak ada kata untuk “keluarga” di dalam Perjanjian Lama bahasa Ibrani yang dapat disamakan secara tepat dengan kata modern, “keluarga inti”. Beberapa kelompok sosial digambarkan sebagai “suku”, dan menggambar asal etnik. Kata umumnya (beth ab= bi_a' tybeä = rumah ayah) dapat berarti keluarga inti yang tinggal di rumah yang sama (Kej 50:7-8); kelompok sanak yang lebih besar/luas termasuk dua atau lebih generasi (Kej 7.1; 14.14); dan juga sanak dengan berarti lebih luas (Kej 24.38). Kata lain menunjuk ke kelompok sanak yang besar dan kadang-kadang diterjemahkan sebagai “kaum” (Bil 27.8-11).

Pada kenyataannya, keluarga-keluarga yang digambarkan di dalam Perjanjian Lama adalah rumah tangga yang mempunyai seorang lelaki pada pusat kehidupan keluarga. Rumah tangga terdiri atas semua orang, anak-anak, kerabat lain, pelayan-pelayan dan orang lain yang tinggal di rumah. Sebelum masa Daud, hidup keluarga difokuskan pada keperluan umum yaitu pekerjaan, makanan, dan perlindungan. Rumah tangga adalah tempat dimana pendidikan, sosialisasi, dan pendidikan agamani, terjadi.

Walaupun ada kekuatan-kekuatan di pola hidup ini dalam Perjanjian Lama, ada banyak penyalahgunaan, dan banyak contoh keluarga yang fungsinya terganggu di dalam Perjanjian Lama. Misalnya keluarga Ishak, Yakub, Daud. Sentralisasi negara di Yerusalem di bawah Daud dan Salomo mengalami perubahan serupa dengan yang terjadi pada peradaban lain. Ada pemindahan kekuasaan dari kepala keluarga ke penguasa di pusat. Keluarga harus menyumbang pada keperluan umum (seperti Samuel mengatakan bahwa mereka harus melakukannya 1 Sam 8.10-18). Kemudian, selama negara berjalan dari satu krisis ke lain, utang meningkat dan orang kaya membeli tanah orang miskin, dan lebih dari itu mereka membeli orang miskin itu sendiri (Yes 5.8-10; Am 2.6-8).

Pengertian Perjanjian Lama mengenai keluarga seperti tertulis dalam kitab Yosua 7:16-18 yang memuat tentang pencarian Akhan sesudah Israel gagal menaklukkan Ai. Pencarian ini mula-mula terbatas kepada suku (Ibrani – syebet - jb,veî) Yehuda, lalu kepad kaum (ibrani-misypakhat = tx;P;äv.mi ) Zerah dan akhirnya kepada keluarga (Ibrani-bayit = tßyB) Zabdi.[4] Pada kenyataannya Akhan sudah berkeluarga dan mempunyai anak-anak sendiri (Yosua 7:4) tetapi ia masih dihitung sebagai anggota bayit neneknya yaitu Zabdi. Keterangan ini menunjukkan luasnya arti bayit yang sering diterjemahkan “keluarga”.[5]

2.1.2. Perngertian Keluarga dalam Perjanjian Baru.

Keluarga Yahudi di dalam Perjanjian Baru tersusun seperti rumah tangga di dalam Perjanjian Lama. Tidak ada kata di dalam bahasa Yunani yang dapat disamakan secara tepat dengan ide modern, “keluarga inti”. Rumah tangga besar ini adalah satuan dasar masyarakat. Kata Yunani Patria (Keluarga) muncul hanya 3 kali dalam Perjanjian Baru. Tetapi kata Yunani oikos ( oikoj ) oikio yang serarti (rumah tangga) lebih sering muncul. Patria menekankan asal-usul keluarga dan lebih menunjukkan bapak lelurnya ketimbang pimpinannya sekarang. Patria bisa saja satu suku, bahkan satu bangsa. Dalam Kisah Para Rasul 3:5 “oleh keturunanmu semua bangsa dimuka bumi akan diberkti” kata patria diterjemahkan bangsa. Dalam LXX (Septuaginta)[6] janji aslinya Kejadian 12:3 memakai suku-suku fulai dan ulangannya dalam kejadian 18:18 dan 22:18 memakai “bangsa-bangsa” (ethne).[7]

Kata umum adalah “rumah” (oikos), atau frasa “kepunyaan sendiri”. Di dalam Perjanjian Baru ada beberapa yang dinamakan ‘pedoman-pedoman kehidupan keluarga’ (Kol 3.18 - 4.1; Ef 5.21 - 6.9; 1 Pet 2.18 - 3.7; 1 Tim 2.8-15; 6.1-2; Tit 2.1-10). Pedoman ini mungkin dimaksudkan untuk membantu anggota rumah tangga Kristen untuk hidup diterima sesuai dengan kebudayaannya. Pada pihak lain kenyataan bahwa pedoman itu tertuju kepada para suami, istri, orang tua, anak, dan pelayan, menunjukkan bahwa ajaran Kristen khusus diterapkan dakam kehidupan rumah tangga. Seharusnya memperhatikan bahwa bagian-bagian ini tidak menunjukkan keluarga sebagai satuan, tetapi menunjukkan hubungan-hubungan yang beragam di dalam keluarga itu sendiri.

Kehidupan keluarga adalah pertama-tama kehidupan pernikahan. Pada kelekatan bersama antara laki-laki dan perempuan keluarga mempunyai hidupnya. Namun salah satu maksudnya adalah mendapatkan keturunan. Ababila melihat ajaran Yesus tentang perceraian, jelas bahwa Dia menegaskan kepentingan kesatuan dua orang dalam pernikahan dan tidak ingin pernikahan itu dilemahkan dengan menganggap perempuan sebagai seorang yang dapat sirugukan oleh hukum.

Paulus juga memiliki pandangan tentang pernikahan dengan menegaskan bahwa kesatuan dan persamaan laki-laki dan perempuan sesungguhnya dalam pernikahan. Di dalam 1 Korintus 7.1-5, dia mengatakan tentang salah satu bidang yang paling disalahgunakan dalam masyarakat patriarkal yaitu seks. Pada bagian ini Paulus menyebutkan dua hal yang menakjubkan. Pertama bahwa masing-masing berkuasa atas tubuh pasangannya. Tidak ada nasehat di sini bahwa suami memiliki hak atas tubuh istrinya . Hal kedua adalah bahwa keputusan tentang hubungan seksual harus diputuskan bersama. Bukanlah hak suami ataupun istri untuk memutuskan sendiri apakah mereka seharusnya menghentikan hubungan seksual.

Di dalam surat Efesus 5:21 Paulus mengajar secara tertulis para orang percaya, tentang bagaimana mereka seharusnya berhubungan. Pada ayat 21 dia membuat pernyataan umum, kepada semua orang bahwa setiap orang seharusnya merendahkan diri, atau tunduk, kepada satu sama lain karena menghormati Kristus. Pada ayat 22 dia tidak menggunakan kata kerja tetapi kita harus menggunakan kata kerja di ayat sebelumnya (yaitu kita harus mengerti kata kerja di ay 22 yang sama dengan kata kerja yang digunakan di aya 21). Selanjutnya di 5:21-6:9 adalah kumpulan ajaran kepada beragam anggota jemaat: para suami dan istri; orang tua dan anak-anak; hamba-hamba dan tuan-tuan. Dalam setiap hubungan berpasangan dia memberikan ajaran tentang bagaimana masing-masing seharusnya tunduk kepada lain. Menurut Marjorie L. Thomson:

Keluarga terus memainkan peran kunci dalam membentuk kunci kerohanian pada masa anak-anak yang panjang. Seriring dengan berlalalunya waktu, susuunan keluarga terus berubah sesuai dengan berbagai irama kehidupan. Namun, kelurag masih menajid pusat dimana hubungan-hubungan keakrapan itu terbentuk dan membentuk ulang nilai-nilai, ide-ide dan pola-pola kehidupan kita.[8]

Keluarga dan rumah tangga tidak hanya terdiri dari kepalanya (Kurios atau despotes) istri, anak-anak dan hamba tetapi juga beberapa orang tanggungan seperti para pelayanan, pekerja dan bahkan budak-budak tebusan atau teman-teman, yang suka rela menggabungkan dirinya kepada keluarga ini demi keuntungan timbal balik.



[1] Donald C. Stamps, Alkitab Penuntun hidup berkelimpahan (Malang: Gandum Mas, 2002), hal. 5

[2] Stephen Tong, Keluarga Bahagia (Jakarta: Lembaga Reformed Injil Indonesia, 1996), hal. 11.

[3] Tony Magpal, Judul Artikel: Majalah Angelos No.09. Edisi Januari-Pebruari, 2006), hal. 16.

[4] O. Eibefeld, Perjanjian Lama Ibrani-Indonesia (Jakarta: LAI, 1999), Hal, 364.

[5] J.D. Daouglas, Enslikopedi Alkitab masa kini jilid I (Jakarta: OMF, 1992), hal. 536.

[6] Septuaginta ialah Terjemahan tertua dan terpenting dari Perjanjian Lama ke dalam bahasaYunani.

[7] Ibid, hal. 538.

[8] Marjorie L. Thomson, Keluarga sebagai pusat pembentukan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), hal. 15.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar